*Langkah-langkah kaki kecil di bulan Desember,
menarilah untuk hujan yang kucintai...
Tapak-tapak kaki mungil di bulan Desember,
menandak-nandak ceria tiada peduli...
Sedikit waktu membiarkanmu terseok seorang diri,
sedikit waktu mengenalimu dalam tawa renyah...
Namun di bawah rinai hujan itu,,,aku makin mendekap hangat tubuhmu..
[dan] lagi-lagi..pada hujan di bulan Desember....*
Coba kenali aku! Lekuk tubuhku mungil, tiada seorang pun peduli. Coba dekati aku! Suaraku lirih, tiada kau dengar dan pahami. Coba cintai aku! Jiwaku samar, tiada kau mampu raba rapuhku. Tersudut, di antara ilalang dan semak perdu. Terabai, di pucuk-pucuk alam nan permai. Namun aku ada...untuk terus menatapmu, menyayangimu, dan memberi bias tawa untukmu.
--Dandelion--
Sebut namaku dan kau akan mengerti. Aku masih sendiri di sini dengan hati sepi. Menatap pekat pada percumbuan ufuk dan senja. Namun aku adalah si mungil pemimpi. Terkadang aku terinjak, terserabut, dan juga mengering. Dandelion di sudut pekarangan, itulah aku. Kutahu namaku, karena gadis itu memanggilku begitu. Dandelion mungil..aku menyayangi ketegaranmu, seperti aku menyayangi harapan-harapanku. Begitu gadis itu selalu berucap tatkala menyentuh rapuhku. [Catatan sang dandelion...]
Diary dandelion...
Masih kutatap wajah kusutnya yang tampak lelah. Membuka pintu perlahan, dan membiarkannya tetap seperti itu hingga beberapa waktu berlalu. Kembali ia terduduk di depan jendela seperti kebiasaanya. Kali ini tangannya bertumpu pada buku-buku tebal yang tak pernah kukenali sebagai koleksi kesayangannya. Mulai ia sandarkan kepala pening dan lelahnya pada tangan yang lunglai di antara tumpukan buku yang tampak angkuh. Perlahan ia hembuskan nafasnya satu persatu, hingga ia pulas dalam mimpi lelah pada siang terik di bulan Juni. Untuk kesekian kalinya, aku mengenalinya sebagai sosok yang menyukai meja mungil di tepi jendela itu sebagai tempat rehat yang nyaman.
{ Ufftt...kebiasaan deh! Aku ketiduran lagi di sini. Tak bisa kumengerti, bagaimana mungkin meja ini terasa begitu nyaman tadi. Sekarang kurasakan pegal di sana sini. Tentu saja, lihatlah gadis...kau telah tertidur bertumpu lengan dan beralas kayu. Haha..kembali kutertawakan kebodohanku. Dan... Ya Tuhan...aku kembali lupa mengunci pintu. Untung saja siang ini begitu sepi tanpa kehadiran siapapun di sekitarku. Segera kukemas berkas-berkas penting dan literatur tebal yang harus kubawa menginap di kampus malam ini. Tak lupa kudandani si merah untuk menemaniku mengetik di sana. Krucuuukkk...uhh..perutku serasa diremas. Owh, rupanya aku lupa untuk mengajaknya bersantap semenjak pagi. Ahh, andai minggu ini bunda di rumah...tentu aku sudah habis diomelinya karena kebiasaan buruk ini. Tergesa kutinggalakan rumah dengan sebuah ransel berat di pundakku dan sejumput permen kristal [red. foxs] kesukaanku. }
Dandelion petang....
Hari ini ia kembali tak menyapaku! Bahkan sekedar memberiku senyuman pun tidak. Ia hanya datang sekejap, untuk kemudian pergi lagi, datang lagi, dan pergi lagi. Hey dandelion...!! Sudahlah..mungkin kau memang tak begitu berarti di hatinya! Aku tersentak oleh lamunanku sendiri. Tapi gadisku itu benar-benar mengacuhkanku lagi hari ini. Tak dipedulikannya tubuh mungilku yang meliuk indah di antara ilalang. Tak dihiraukannya pula serabut harapan dari tubuhku yang terbang ditiup angin. Perih memang, namun kau tahu kawan...disitulah kekuatanku. Meski terkadang aku harus menangis karena dilupakan, aku tetap akan tumbuh..dan terus bertumbuh di berbagai keadaan. Pada tanah gersang aku tebarkan benih harapan, pada tanah basah aku sampaikan salam persahabatan, pun begitu pada semak berduri...aku kisahkan tarian perdamaian. Akulah sang dandelion! Akulah kerapuhan sekaligus kekuatan....
{ Aaaaaaaarrrgggghhhh!!! Aku ingin berlibur! Aku ingin menatap pantai dengan deburan ombak yang giat menengadah pada langit. Aku ingin menyapa pucuk-pucuk daun yang senantiasa melambaikan tangan pada bumi. Aku ingin berhenti sejenak. Bukan untuk terhenti...melainkan untuk menatap kembali jarak yang terus berlari. Kuhempaskan tubuhku pada kursi di tepi jendela. Kubuka si merah, dan kulayarkan perahuku untuk mengarungi dunia maya. Libur bersama. Ahh..kembali dua kata itu menghiasi layarku. Segera kudaratkan kapalku di pelabuhan yang nyata, agar aku kembali tersadar...bahwa begitu banyak tugas yang belum kurapihkan, dan begitu banyak nyawa malaikat kecil yang masih ingin kuperjuangkan. Tapi aku merasa hampa. Seperti ada yang tertinggal di sini, di sudut nurani. Kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Aku butuh penawar untuk kelelahan ini. Menulis menjadi tak menarik untuk tangan yang lelah, membaca menjadi hambar untuk otak yang berdebu, bahkan menikmati kelezatan coklat dan es krim pun tampak sangat membosankan. Sepertinya aku tengah terlupa pada sesuatu.... }
Dandelion pada fajar yang merekah...
Gadis pujaanku masih di sana. Di tangannya tergenggap sebuah map merah dengan kertas-kertas putih dan padat menyembul di tiap sudutnya. Sementara di sampingnya tergeletak pasrah sebuah tas ransel hitam yang tampak sarat oleh beban. Ahh..gadisku itu pasti akan pergi menjemput mimpi-mimpinya lagi hari ini. Kuberikan senyum terindah untuknya, meski aku tahu...bahwa hari ini ia akan kembali mengacuhkan kehadiranku di antara ilalang dan semak perdu.
Srek..srek... Sebuah langkah kaki terdengar mendekatiku perlahan. Hmm, aroma tubuh ini.... Aroma khas seorang gadis kecil yang dulu kerap menyapaku dan meniupkan harapan-harapan pada tubuhku. Aku tersentak dan menatap tak percaya pada sosok yang menghampiriku. Andai mampu...aku justru ingin lebih dulu menyongsong kehadirannya dan mendekap hangat tubuhnya. Namun aku hanya diam terpaku. Dengan penuh kelembutan..ia meraihku. Menarikku dari kesepian yang terus menghujam. Ia meniup tubuhku, hingga terhempaslah semua benih-benih yang melekat. Aku melayang di antara angin yang bertiup perlahan. Masih kurasakan hangat desiran udara yang menerbangkanku, masih kuingat tatapan bening mata mungil gadis pujaanku itu belasan tahun yang lalu...saat ia begitu menyukaiku. Gadis pujaanku di masa kanak-kanak begitu mengidolakanku dan memuja keindahanku. Ia begitu rajin meniupku dan menceritakan mimpi-mimpinya padaku agar semua ikut terbang bersama angin. Dan setelah belasan tahun berlalu, hari ini ia melakukannya lagi. Masih dengan tatapan yang sama...penuh cinta, kerinduan, dan harapan untukku. Ahh..akulah dandelion yang paling bahagia hari ini!!
Catatan harian...
"Hari ini...aku bahagia. Meski aku tak memiliki libur panjang seperti yang kuimpikan, meski begitu banyak tugas yang belum kuselesaikan, meski tubuhku terasa lelah dan kurang tidur...namun aku tetap bahagia. Karena hari ini aku kembali belajar tentang mimpi dan kebahagiaan pada sekuntum dandelion mungil di sudut pekarangan. Bahwa kita tak akan selalu mendapatkan apa-apa yang kita sukai...maka belajarlah menyukai apa-apa yang telah kita dapatkan. Dan aku belajar satu hal dari sang dandelion selama bertahun-tahun lalu setiap kali aku meniupnya...bahwa setiap harapan...terkadang akan terhempas dan terlupakan. Namun seorang gadis yang kuat...akan kembali berjalan tegak di muka bumi...dan terus tumbuh dalam banyak mimpi. Terimakasih dandelion... "
menarilah untuk hujan yang kucintai...
Tapak-tapak kaki mungil di bulan Desember,
menandak-nandak ceria tiada peduli...
Sedikit waktu membiarkanmu terseok seorang diri,
sedikit waktu mengenalimu dalam tawa renyah...
Namun di bawah rinai hujan itu,,,aku makin mendekap hangat tubuhmu..
[dan] lagi-lagi..pada hujan di bulan Desember....*
Coba kenali aku! Lekuk tubuhku mungil, tiada seorang pun peduli. Coba dekati aku! Suaraku lirih, tiada kau dengar dan pahami. Coba cintai aku! Jiwaku samar, tiada kau mampu raba rapuhku. Tersudut, di antara ilalang dan semak perdu. Terabai, di pucuk-pucuk alam nan permai. Namun aku ada...untuk terus menatapmu, menyayangimu, dan memberi bias tawa untukmu.
--Dandelion--
Sebut namaku dan kau akan mengerti. Aku masih sendiri di sini dengan hati sepi. Menatap pekat pada percumbuan ufuk dan senja. Namun aku adalah si mungil pemimpi. Terkadang aku terinjak, terserabut, dan juga mengering. Dandelion di sudut pekarangan, itulah aku. Kutahu namaku, karena gadis itu memanggilku begitu. Dandelion mungil..aku menyayangi ketegaranmu, seperti aku menyayangi harapan-harapanku. Begitu gadis itu selalu berucap tatkala menyentuh rapuhku. [Catatan sang dandelion...]
Diary dandelion...
Masih kutatap wajah kusutnya yang tampak lelah. Membuka pintu perlahan, dan membiarkannya tetap seperti itu hingga beberapa waktu berlalu. Kembali ia terduduk di depan jendela seperti kebiasaanya. Kali ini tangannya bertumpu pada buku-buku tebal yang tak pernah kukenali sebagai koleksi kesayangannya. Mulai ia sandarkan kepala pening dan lelahnya pada tangan yang lunglai di antara tumpukan buku yang tampak angkuh. Perlahan ia hembuskan nafasnya satu persatu, hingga ia pulas dalam mimpi lelah pada siang terik di bulan Juni. Untuk kesekian kalinya, aku mengenalinya sebagai sosok yang menyukai meja mungil di tepi jendela itu sebagai tempat rehat yang nyaman.
{ Ufftt...kebiasaan deh! Aku ketiduran lagi di sini. Tak bisa kumengerti, bagaimana mungkin meja ini terasa begitu nyaman tadi. Sekarang kurasakan pegal di sana sini. Tentu saja, lihatlah gadis...kau telah tertidur bertumpu lengan dan beralas kayu. Haha..kembali kutertawakan kebodohanku. Dan... Ya Tuhan...aku kembali lupa mengunci pintu. Untung saja siang ini begitu sepi tanpa kehadiran siapapun di sekitarku. Segera kukemas berkas-berkas penting dan literatur tebal yang harus kubawa menginap di kampus malam ini. Tak lupa kudandani si merah untuk menemaniku mengetik di sana. Krucuuukkk...uhh..perutku serasa diremas. Owh, rupanya aku lupa untuk mengajaknya bersantap semenjak pagi. Ahh, andai minggu ini bunda di rumah...tentu aku sudah habis diomelinya karena kebiasaan buruk ini. Tergesa kutinggalakan rumah dengan sebuah ransel berat di pundakku dan sejumput permen kristal [red. foxs] kesukaanku. }
Dandelion petang....
Hari ini ia kembali tak menyapaku! Bahkan sekedar memberiku senyuman pun tidak. Ia hanya datang sekejap, untuk kemudian pergi lagi, datang lagi, dan pergi lagi. Hey dandelion...!! Sudahlah..mungkin kau memang tak begitu berarti di hatinya! Aku tersentak oleh lamunanku sendiri. Tapi gadisku itu benar-benar mengacuhkanku lagi hari ini. Tak dipedulikannya tubuh mungilku yang meliuk indah di antara ilalang. Tak dihiraukannya pula serabut harapan dari tubuhku yang terbang ditiup angin. Perih memang, namun kau tahu kawan...disitulah kekuatanku. Meski terkadang aku harus menangis karena dilupakan, aku tetap akan tumbuh..dan terus bertumbuh di berbagai keadaan. Pada tanah gersang aku tebarkan benih harapan, pada tanah basah aku sampaikan salam persahabatan, pun begitu pada semak berduri...aku kisahkan tarian perdamaian. Akulah sang dandelion! Akulah kerapuhan sekaligus kekuatan....
{ Aaaaaaaarrrgggghhhh!!! Aku ingin berlibur! Aku ingin menatap pantai dengan deburan ombak yang giat menengadah pada langit. Aku ingin menyapa pucuk-pucuk daun yang senantiasa melambaikan tangan pada bumi. Aku ingin berhenti sejenak. Bukan untuk terhenti...melainkan untuk menatap kembali jarak yang terus berlari. Kuhempaskan tubuhku pada kursi di tepi jendela. Kubuka si merah, dan kulayarkan perahuku untuk mengarungi dunia maya. Libur bersama. Ahh..kembali dua kata itu menghiasi layarku. Segera kudaratkan kapalku di pelabuhan yang nyata, agar aku kembali tersadar...bahwa begitu banyak tugas yang belum kurapihkan, dan begitu banyak nyawa malaikat kecil yang masih ingin kuperjuangkan. Tapi aku merasa hampa. Seperti ada yang tertinggal di sini, di sudut nurani. Kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Aku butuh penawar untuk kelelahan ini. Menulis menjadi tak menarik untuk tangan yang lelah, membaca menjadi hambar untuk otak yang berdebu, bahkan menikmati kelezatan coklat dan es krim pun tampak sangat membosankan. Sepertinya aku tengah terlupa pada sesuatu.... }
Dandelion pada fajar yang merekah...
Gadis pujaanku masih di sana. Di tangannya tergenggap sebuah map merah dengan kertas-kertas putih dan padat menyembul di tiap sudutnya. Sementara di sampingnya tergeletak pasrah sebuah tas ransel hitam yang tampak sarat oleh beban. Ahh..gadisku itu pasti akan pergi menjemput mimpi-mimpinya lagi hari ini. Kuberikan senyum terindah untuknya, meski aku tahu...bahwa hari ini ia akan kembali mengacuhkan kehadiranku di antara ilalang dan semak perdu.
Srek..srek... Sebuah langkah kaki terdengar mendekatiku perlahan. Hmm, aroma tubuh ini.... Aroma khas seorang gadis kecil yang dulu kerap menyapaku dan meniupkan harapan-harapan pada tubuhku. Aku tersentak dan menatap tak percaya pada sosok yang menghampiriku. Andai mampu...aku justru ingin lebih dulu menyongsong kehadirannya dan mendekap hangat tubuhnya. Namun aku hanya diam terpaku. Dengan penuh kelembutan..ia meraihku. Menarikku dari kesepian yang terus menghujam. Ia meniup tubuhku, hingga terhempaslah semua benih-benih yang melekat. Aku melayang di antara angin yang bertiup perlahan. Masih kurasakan hangat desiran udara yang menerbangkanku, masih kuingat tatapan bening mata mungil gadis pujaanku itu belasan tahun yang lalu...saat ia begitu menyukaiku. Gadis pujaanku di masa kanak-kanak begitu mengidolakanku dan memuja keindahanku. Ia begitu rajin meniupku dan menceritakan mimpi-mimpinya padaku agar semua ikut terbang bersama angin. Dan setelah belasan tahun berlalu, hari ini ia melakukannya lagi. Masih dengan tatapan yang sama...penuh cinta, kerinduan, dan harapan untukku. Ahh..akulah dandelion yang paling bahagia hari ini!!
Catatan harian...
"Hari ini...aku bahagia. Meski aku tak memiliki libur panjang seperti yang kuimpikan, meski begitu banyak tugas yang belum kuselesaikan, meski tubuhku terasa lelah dan kurang tidur...namun aku tetap bahagia. Karena hari ini aku kembali belajar tentang mimpi dan kebahagiaan pada sekuntum dandelion mungil di sudut pekarangan. Bahwa kita tak akan selalu mendapatkan apa-apa yang kita sukai...maka belajarlah menyukai apa-apa yang telah kita dapatkan. Dan aku belajar satu hal dari sang dandelion selama bertahun-tahun lalu setiap kali aku meniupnya...bahwa setiap harapan...terkadang akan terhempas dan terlupakan. Namun seorang gadis yang kuat...akan kembali berjalan tegak di muka bumi...dan terus tumbuh dalam banyak mimpi. Terimakasih dandelion... "
Untuk seorang malaikat di sudut kota Jakarta...
I love u honey..happy birthday..on 24th Dec..^^
[masih dan akan selalu kuingat tawa kita di bawah percikan hujan yang mengkristal..karena terkadang..kita telah melupakan banyak hal yang sederhana,,namun begitu indah untuk dikenang...
Love u, so much yuud idi
Posting Komentar