Ini artikel menarik yang dibuat oleh Rendy Kharisma dan aku hanya ingin sekedar share ajah sama kalian, jadi aku kopas dehhh... Selamat membaca yah :)
Jalan2 keliling internet hari ini membawa saya ke sebuah grup fotografi yang sudah lumayan lama saya ikuti. Jujur saja, akhir2 ini saya agak sedikit minder kalau mau masuk kesana karena sudah cukup lama belum sempat motret lagi. Namun kali ini, ada sebuah info yang cukup menarik, judulnya “Gerakan menolak Retribusi pemotretan di ruang publik“
Sayapun jadi teringat dengan beberapa pengalaman kurang mengenakkan yg pernah saya alami ketika menjalani hobi fotografi saya, yaitu pengalaman “dimintai” dana retribusi memotret ketika memotret sebuah jembatan yang cukup terkenal di sebuah kota. Ketika itu, karena mengincar sudut yang agak berbeda dari teman-teman lain, saya dicegat beberapa oknum berpakaian preman
Oknum (O) : Dari majalah mana mas ?
Saya (S) : Oh, nggak kok mas, cuma sekedar hobi aja
O : Wah, kameranya bagus yah mas
S : Err…cuma pinjeman dari temen kok mas (mulai ngerasa ga enak)
O : Mas tau nggak kalau motret disini perlu bayar retribusi ?
S : Retribusi apaan mas ?
O : Retribusi memotret mas, apalagi kalau mas profesional (sambil menunjuk kamera saya)
S : ha ? nggak kok mas, saya cuma memotret sekedar hobi saja, lagipula dimana ada tulisannya saya harus bayar ? orang2 itu ga bayar tuh ? (seraya menunjuk beberapa keluarga yang kebetulan berada di sana)
O : O, lain mas, kan kamera mereka kecil2, ya ga perlu bayar
S : Kalau gitu, apa mas bisa tunjukan peraturan saya harus bayar kalau pake SLR ? dan kalau saya bayar, apa mas punya bukti pembayarannya ?
Pembicaraan setelah itupun menjadi semakin panas, seandainya waktu itu saya tidak marah, mungkin saya akan menyadari bahwa dikeroyok 3 orang bukanlah hal yang menarik untuk dicoba. Untungnya, teman saya dan beberapa rekan memotret saya melihat hal ini, dan datang menengahi. Akhirnya, kami semua pulang setelah teman saya membayar 50 ribu untuk 1 jam “pemotretan”
Payahnya, kejadian ini terjadi bukan hanya 1 kali, dan mengikuti dan bertukar cerita di grup tadi, saya melihat ternyata kejadian ini juga menimpa banyak teman2 penghobi fotografi lain, modusnya pun mirip2, yang diincar adalah orang yang membawa DSLR. Baik sendirian maupun berombongan. Ada yang berakhir dengan memberikan uang, ada pula yang memilih menghapus foto2nya.
Sayapun jadi teringat dengan beberapa pengalaman kurang mengenakkan yg pernah saya alami ketika menjalani hobi fotografi saya, yaitu pengalaman “dimintai” dana retribusi memotret ketika memotret sebuah jembatan yang cukup terkenal di sebuah kota. Ketika itu, karena mengincar sudut yang agak berbeda dari teman-teman lain, saya dicegat beberapa oknum berpakaian preman
Oknum (O) : Dari majalah mana mas ?
Saya (S) : Oh, nggak kok mas, cuma sekedar hobi aja
O : Wah, kameranya bagus yah mas
S : Err…cuma pinjeman dari temen kok mas (mulai ngerasa ga enak)
O : Mas tau nggak kalau motret disini perlu bayar retribusi ?
S : Retribusi apaan mas ?
O : Retribusi memotret mas, apalagi kalau mas profesional (sambil menunjuk kamera saya)
S : ha ? nggak kok mas, saya cuma memotret sekedar hobi saja, lagipula dimana ada tulisannya saya harus bayar ? orang2 itu ga bayar tuh ? (seraya menunjuk beberapa keluarga yang kebetulan berada di sana)
O : O, lain mas, kan kamera mereka kecil2, ya ga perlu bayar
S : Kalau gitu, apa mas bisa tunjukan peraturan saya harus bayar kalau pake SLR ? dan kalau saya bayar, apa mas punya bukti pembayarannya ?
Pembicaraan setelah itupun menjadi semakin panas, seandainya waktu itu saya tidak marah, mungkin saya akan menyadari bahwa dikeroyok 3 orang bukanlah hal yang menarik untuk dicoba. Untungnya, teman saya dan beberapa rekan memotret saya melihat hal ini, dan datang menengahi. Akhirnya, kami semua pulang setelah teman saya membayar 50 ribu untuk 1 jam “pemotretan”
Payahnya, kejadian ini terjadi bukan hanya 1 kali, dan mengikuti dan bertukar cerita di grup tadi, saya melihat ternyata kejadian ini juga menimpa banyak teman2 penghobi fotografi lain, modusnya pun mirip2, yang diincar adalah orang yang membawa DSLR. Baik sendirian maupun berombongan. Ada yang berakhir dengan memberikan uang, ada pula yang memilih menghapus foto2nya.
Mengingat semakin banyaknya penggemar fotografi dan pemilik DSLR di Indonesia, baik karena tren ataupun yang memang benar-benar hobi, saya jadi merasa perlu mengingatkan teman2 agar lebih berhati2 dalam menenteng kamera kesayangannya. Memang sih, kelihatannya keren, tapi ya siap2 saja mengeluarkan dana tambahan karena membawa DSLR dan bukannya kamera biasa :)
# Setelah membaca artikel ini, intinya aku harus lebih berhati-hati lagi, semoga saja aku tidak mengalami hal tersebut,, amin :)
Posting Komentar