Tampilkan postingan dengan label Tanda Kekuasaan Allah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tanda Kekuasaan Allah. Tampilkan semua postingan
Yayathieya
Selamat siang...

Apa yang sedang terjadi dengan Jogja saat ini...???
Yogyakarta berhati nyaman pun tak luput dari hujan abu Gunung Kelud yang erupsi tadi malam, 13 Feb'2014. Setelah status ditetapkan menjadi Awas, Gunung Kelud di Jawa Timur akhirnya meletus. Semburan asap dan material vulkanik mencapai ketinggian 3000 meter. Jam 22.50 Wib, meletus. Asap tebal setinggi 3000 meter. Warga Jogja banyak yang mendegarkan dentuman keras letusan Gunung Kelud beberapa kali sekitar pukul 23.00. Padahal jarak Gunung Kelud dengan Jogja sekitar lebih dari 250 km. Semalam itu debu vulkanis masih di sekitar 60 km. Nah pas paginya sekitar pukul 06.10 waktu Jogja setempat, teman kostku sudah heboh membangunkanku. Dia bilang hujan abu sudah sampai Jogja sembari membuka gorden jendela dan subhanallah mata ini langsung terbelalak ternyata benar. Baru pertama kalinya saya merasakan hal ini, sudah hampir 06.30 suasana diluar sungguh teramat gelap dan abu tebal pun sudah menutupi jalan di luar :'( kaget dan merasa takut sekali huhuhuhu....
Kini saya masih saja berteduh di kamar kost karena memang saya tidak berani keluar kost dengan kondisi yang seperti ini dan di dalam kost ku tetap memang masker karena saat menghirup udara itu jadi terasa sesak di dada.
Semoga saja semua ini cepat berlalu, aamiin.
Dan Gunung Kelud kembali tenang, lindungi kami ya Rabb, :)






Dokumentasi : Di tempat kost :'(




_yayathieya



Yayathieya
Puasa selain merupakan ibadah yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengandung sekian banyak manfaat yang lain. Dengan berpuasa seseorang dapat mengendalikan syahwat dan hawa nafsunya. Dan puasa juga menjadi perisai dari api neraka. Puasa juga dapat menghapus dosa-dosa dan memberi syafaat di hari kiamat. Dan puasa juga dapat membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan, serta manfaat lainnya yang sudah dimaklumi terkandung pada ibadah yang mulia ini.

Pada bulan Muharram ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura. Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan hari ini. Hal tersebut karena pada hari ini Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Bersyukur atas karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, Nabi Musa ‘alaihissalam akhirnya berpuasa pada hari ini. Tatkala sampai berita ini kepada Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wassalam, melalui orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah beliau bersabda,
فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ
“Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi)”.

Yang demikian karena pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sampai di Madinah, beliau mendapati Yahudi Madinah berpuasa pada hari ini, maka beliau sampaikan sabdanya sebagaimana di atas. Semenjak itu beliau Saw memerintahkan ummatnya untuk berpuasa, sehingga jadilah puasa ‘Asyura diantara ibadah yang disukai di dalam Islam. Dan ketika itu puasa Ramadhan belum diwajibkan.
Adalah Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu yang menceritakan kisah ini kepada kita sebagaimana yang terdapat di dalam Shahih Bukhari No 1900,
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala Nabi Saw datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Saw bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. HR Al Bukhari.


Dan dari Aisyah radiyallahu ‘anha, ia mengisahkan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانَ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk puasa di hari ‘Asyura. Dan ketika puasa Ramadhan diwajibkan, barangsiapa yang ingin (berpuasa di hari ‘Asyura) ia boleh berpuasa dan barangsiapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka”. HR Al Bukhari No 1897


Keutamaan puasa ‘Asyura di dalam Islam.

Di masa hidupnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam berpuasa di hari ‘Asyura. Kebiasaan ini bahkan sudah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dan terus berlangsung sampai akhir hayatnyaShallallahu ‘alaihi wassalam . Al Imam Al Bukhari (No 1902) dan Al Imam Muslim (No 1132) meriwayatkan di dalam shahih mereka dari Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَومَ فَضْلِهِ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا اليَوْمِ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ وَهذَا الشَّهْرُ يَعْنِي شَهْرُ رَمَضَانَ
“Aku tidak pernah mendapati Rasulullah menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan”.
Hal ini menandakan akan keutamaan besar yang terkandung pada puasa di hari ini. Oleh karena itu ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam ditanya pada satu kesempatan tentang puasa yang paling afdhal setelah Ramadhan, beliau menjawab bulan Allah Muharram. Dan Al Imam Muslim serta yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمُ. وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةَ، صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”.


Dan puasa ‘Asyura menggugurkan dosa-dosa setahun yang lalu. Al Imam Abu Daud meriwayatkan di dalam Sunan-nya dari Abu Qatadah Ra,
وَصَوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ إنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَنَة َالتِيْ قَبْلَهُ
“Dan puasa di hari ‘Asyura, sungguh saya mengharap kepada Allah bisa menggugurkan dosa setahun yang lalu”.

Hukum Puasa ‘Asyura

Sebagian ulama salaf menganggap puasa ‘Asyura hukumnya wajib akan tetapi hadits ‘Aisyah di atas menegaskan bahwa kewajibannya telah dihapus dan menjadi ibadah yang mustahab (sunnah). Dan Al Imam Ibnu Abdilbarr menukil ijma’ ulama bahwa hukumnya adalah mustahab.

Waktu Pelaksanaan Puasa ‘Asyura

Jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf berpendapat bahwa hari ‘Asyura adalah hari ke-10 di bulan Muharram. Di antara mereka adalah Said bin Musayyib, Al Hasan Al Bashri, Malik, Ahmad, Ishaq dan yang lainnya. Dan dikalangan ulama kontemporer seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah. Pada hari inilah Rasullah Saw semasa hidupnya melaksanakan puasa ‘Asyura. Dan kurang lebih setahun sebelum wafatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التَاسِعَ
“Jikalau masih ada umurku tahun depan, aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”

Para ulama berpendapat perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , “…aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”, mengandung kemungkinan beliau ingin memindahkan puasa tanggal 10 ke tanggal 9 Muharram dan beliau ingin menggabungkan keduanya dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura. Tapi ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ternyata wafat sebelum itu maka yang paling selamat adalah puasa pada kedua hari tersebut sekaligus, tanggal 9 dan 10 Muharram..

Dan Al Imam Asy-Syaukani dan Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan puasa ‘Asyura ada tiga tingkatan. Yang pertama puasa di hari ke 10 saja, tingkatan kedua puasa di hari ke 9 dan ke 10 dan tingkatan ketiga puasa di hari 9,10 dan 11.

Tanggal 9 dan 10 Muharam jatuh tannggal 23 dan 24 November 2012



Yayathieya
Puasa selain merupakan ibadah yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengandung sekian banyak manfaat yang lain. Dengan berpuasa seseorang dapat mengendalikan syahwat dan hawa nafsunya. Dan puasa juga menjadi perisai dari api neraka. Puasa juga dapat menghapus dosa-dosa dan memberi syafaat di hari kiamat. Dan puasa juga dapat membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan, serta manfaat lainnya yang sudah dimaklumi terkandung pada ibadah yang mulia ini.

Pada bulan Muharram ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura. Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan hari ini. Hal tersebut karena pada hari ini Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Bersyukur atas karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, Nabi Musa ‘alaihissalam akhirnya berpuasa pada hari ini. Tatkala sampai berita ini kepada Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wassalam, melalui orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah beliau bersabda,
فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ
“Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi)”.

Yang demikian karena pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sampai di Madinah, beliau mendapati Yahudi Madinah berpuasa pada hari ini, maka beliau sampaikan sabdanya sebagaimana di atas. Semenjak itu beliau Saw memerintahkan ummatnya untuk berpuasa, sehingga jadilah puasa ‘Asyura diantara ibadah yang disukai di dalam Islam. Dan ketika itu puasa Ramadhan belum diwajibkan.
Adalah Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu yang menceritakan kisah ini kepada kita sebagaimana yang terdapat di dalam Shahih Bukhari No 1900,
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala Nabi Saw datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Saw bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. HR Al Bukhari.


Dan dari Aisyah radiyallahu ‘anha, ia mengisahkan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانَ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk puasa di hari ‘Asyura. Dan ketika puasa Ramadhan diwajibkan, barangsiapa yang ingin (berpuasa di hari ‘Asyura) ia boleh berpuasa dan barangsiapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka”. HR Al Bukhari No 1897

Keutamaan puasa ‘Asyura di dalam Islam.

Di masa hidupnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam berpuasa di hari ‘Asyura. Kebiasaan ini bahkan sudah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dan terus berlangsung sampai akhir hayatnyaShallallahu ‘alaihi wassalam . Al Imam Al Bukhari (No 1902) dan Al Imam Muslim (No 1132) meriwayatkan di dalam shahih mereka dari Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَومَ فَضْلِهِ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا اليَوْمِ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ وَهذَا الشَّهْرُ يَعْنِي شَهْرُ رَمَضَانَ
“Aku tidak pernah mendapati Rasulullah menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan”.
Hal ini menandakan akan keutamaan besar yang terkandung pada puasa di hari ini. Oleh karena itu ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam ditanya pada satu kesempatan tentang puasa yang paling afdhal setelah Ramadhan, beliau menjawab bulan Allah Muharram. Dan Al Imam Muslim serta yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمُ. وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةَ، صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”.

Dan puasa ‘Asyura menggugurkan dosa-dosa setahun yang lalu. Al Imam Abu Daud meriwayatkan di dalam Sunan-nya dari Abu Qatadah Ra,
وَصَوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ إنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَنَة َالتِيْ قَبْلَهُ
“Dan puasa di hari ‘Asyura, sungguh saya mengharap kepada Allah bisa menggugurkan dosa setahun yang lalu”.

Hukum Puasa ‘Asyura

Sebagian ulama salaf menganggap puasa ‘Asyura hukumnya wajib akan tetapi hadits ‘Aisyah di atas menegaskan bahwa kewajibannya telah dihapus dan menjadi ibadah yang mustahab (sunnah). Dan Al Imam Ibnu Abdilbarr menukil ijma’ ulama bahwa hukumnya adalah mustahab.

Waktu Pelaksanaan Puasa ‘Asyura

Jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf berpendapat bahwa hari ‘Asyura adalah hari ke-10 di bulan Muharram. Di antara mereka adalah Said bin Musayyib, Al Hasan Al Bashri, Malik, Ahmad, Ishaq dan yang lainnya. Dan dikalangan ulama kontemporer seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah. Pada hari inilah Rasullah Saw semasa hidupnya melaksanakan puasa ‘Asyura. Dan kurang lebih setahun sebelum wafatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التَاسِعَ
“Jikalau masih ada umurku tahun depan, aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”

Para ulama berpendapat perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , “…aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”, mengandung kemungkinan beliau ingin memindahkan puasa tanggal 10 ke tanggal 9 Muharram dan beliau ingin menggabungkan keduanya dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura. Tapi ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ternyata wafat sebelum itu maka yang paling selamat adalah puasa pada kedua hari tersebut sekaligus, tanggal 9 dan 10 Muharram..

Dan Al Imam Asy-Syaukani dan Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan puasa ‘Asyura ada tiga tingkatan. Yang pertama puasa di hari ke 10 saja, tingkatan kedua puasa di hari ke 9 dan ke 10 dan tingkatan ketiga puasa di hari 9,10 dan 11. 

Tanggal 9 dan 10 Muharam jatuh tannggal 5 dan 6 Desember 2011.
Wallahua’lam.
Yayathieya
Puasa selain merupakan ibadah yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengandung sekian banyak manfaat yang lain. Dengan berpuasa seseorang dapat mengendalikan syahwat dan hawa nafsunya. Dan puasa juga menjadi perisai dari api neraka. Puasa juga dapat menghapus dosa-dosa dan memberi syafaat di hari kiamat. Dan puasa juga dapat membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan, serta manfaat lainnya yang sudah dimaklumi terkandung pada ibadah yang mulia ini.

Pada bulan Muharram ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura. Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan hari ini. Hal tersebut karena pada hari ini Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Bersyukur atas karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, Nabi Musa ‘alaihissalam akhirnya berpuasa pada hari ini. Tatkala sampai berita ini kepada Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wassalam, melalui orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah beliau bersabda,
فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ
“Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi)”.

Yang demikian karena pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sampai di Madinah, beliau mendapati Yahudi Madinah berpuasa pada hari ini, maka beliau sampaikan sabdanya sebagaimana di atas. Semenjak itu beliau Saw memerintahkan ummatnya untuk berpuasa, sehingga jadilah puasa ‘Asyura diantara ibadah yang disukai di dalam Islam. Dan ketika itu puasa Ramadhan belum diwajibkan.
Adalah Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu yang menceritakan kisah ini kepada kita sebagaimana yang terdapat di dalam Shahih Bukhari No 1900,
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala Nabi Saw datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Saw bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. HR Al Bukhari.


Dan dari Aisyah radiyallahu ‘anha, ia mengisahkan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانَ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk puasa di hari ‘Asyura. Dan ketika puasa Ramadhan diwajibkan, barangsiapa yang ingin (berpuasa di hari ‘Asyura) ia boleh berpuasa dan barangsiapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka”. HR Al Bukhari No 1897
 

Keutamaan puasa ‘Asyura di dalam Islam.

Di masa hidupnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam berpuasa di hari ‘Asyura. Kebiasaan ini bahkan sudah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dan terus berlangsung sampai akhir hayatnyaShallallahu ‘alaihi wassalam . Al Imam Al Bukhari (No 1902) dan Al Imam Muslim (No 1132) meriwayatkan di dalam shahih mereka dari Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَومَ فَضْلِهِ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا اليَوْمِ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ وَهذَا الشَّهْرُ يَعْنِي شَهْرُ رَمَضَانَ
“Aku tidak pernah mendapati Rasulullah menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan”.
Hal ini menandakan akan keutamaan besar yang terkandung pada puasa di hari ini. Oleh karena itu ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam ditanya pada satu kesempatan tentang puasa yang paling afdhal setelah Ramadhan, beliau menjawab bulan Allah Muharram. Dan Al Imam Muslim serta yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمُ. وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةَ، صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”.
 

Dan puasa ‘Asyura menggugurkan dosa-dosa setahun yang lalu. Al Imam Abu Daud meriwayatkan di dalam Sunan-nya dari Abu Qatadah Ra,
وَصَوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ إنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَنَة َالتِيْ قَبْلَهُ
“Dan puasa di hari ‘Asyura, sungguh saya mengharap kepada Allah bisa menggugurkan dosa setahun yang lalu”.

Hukum Puasa ‘Asyura

Sebagian ulama salaf menganggap puasa ‘Asyura hukumnya wajib akan tetapi hadits ‘Aisyah di atas menegaskan bahwa kewajibannya telah dihapus dan menjadi ibadah yang mustahab (sunnah). Dan Al Imam Ibnu Abdilbarr menukil ijma’ ulama bahwa hukumnya adalah mustahab.

Waktu Pelaksanaan Puasa ‘Asyura

Jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf berpendapat bahwa hari ‘Asyura adalah hari ke-10 di bulan Muharram. Di antara mereka adalah Said bin Musayyib, Al Hasan Al Bashri, Malik, Ahmad, Ishaq dan yang lainnya. Dan dikalangan ulama kontemporer seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah. Pada hari inilah Rasullah Saw semasa hidupnya melaksanakan puasa ‘Asyura. Dan kurang lebih setahun sebelum wafatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التَاسِعَ
“Jikalau masih ada umurku tahun depan, aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”

Para ulama berpendapat perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , “…aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”, mengandung kemungkinan beliau ingin memindahkan puasa tanggal 10 ke tanggal 9 Muharram dan beliau ingin menggabungkan keduanya dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura. Tapi ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ternyata wafat sebelum itu maka yang paling selamat adalah puasa pada kedua hari tersebut sekaligus, tanggal 9 dan 10 Muharram..

Dan Al Imam Asy-Syaukani dan Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan puasa ‘Asyura ada tiga tingkatan. Yang pertama puasa di hari ke 10 saja, tingkatan kedua puasa di hari ke 9 dan ke 10 dan tingkatan ketiga puasa di hari 9,10 dan 11. 

Tanggal 9 dan 10 Muharam jatuh tannggal 15 dan 16 Desember 2010.
 
Wallahua’lam.
 
Yayathieya
Hati adalah pusat dari seluruh anggota tubuh manusia. Hati ibarat raja bagi seluruh anggota tubuh manusia. Hati terletak ditengah-tengah dan dikelilingi oleh anggota tubuh yang lain. Hati adalah anggota tubuh yang paling mulia, yang juga menjadi penentu bagi kehidupan manusia. Hati merupakan sumber naluri manusiawi dan juga menjadi sumber inspirasi. Hati adalah pusat analisis, ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, keberanian, ketabahan, kesabaran, dan sebagainya. Di dalam hati tersirat rasa cinta, hasrat, emosi, keikhlasan, dan perasaan yang lain. Sedangkan anggota tubuh yang lain, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, berfungsi sebagai pembantu bagi kerja hati. Mata ibarat sebagai spion hati yang berfungsi untuk menyingkap segala sesuatu yang dikehendaki oleh hati. Begitu juga lidah, ia berfungsi sebagai penyalur bagi hati dan berfungsi untuk mengungkapkan segala sesuatu yang tersimpan di dalam hati, untuk diwujudkan dalam bentuk lisan, ungkapan, yang akhirnya terdengar oleh telinga. Oleh karena itu, Allah swt. acapkali menggabungkan ketiga anggota badan tersebut, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya pendengaran (telinga), Penglihatan (mata), dan hati, akan dimintai pertanggung jawaban." (Q.s. Al-Isra : 36). Allah swt. berfirman, "Kami jadikan bagi mereka pendengaran (telinga), penglihatan (mata), dan hati." (Q.s. Al-Ahqaf: 26). Allah swt. berfirman, "Tuli, bisu dan buta mata hati mereka." (Q.s. Al-Baqarah: 18). Allah swt. juga menggabungkan antara hati dan mata, sebagaimana firman-Nya, "Kami bolak-balikkan hati mereka dan penglihatan mereka." (Q.s. Al-An'am: 110). Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya hati tidak akan berdusta terhadap apa yang dilihatnya." (Q.s. An-Najm: 11). Allah swt. juga berfirman, "Hati tidak akan menyimpang dan tidak akan zhalim." (Q.s. An-Najm: 17).

Jelaslah bahwa semua anggota tubuh merupakan pelayan dari hati. Rasulullah saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging tersebut baik, maka seluruh anggota tubuh juga akan menjadi baik. Dan jika segumpal daging itu buruk, maka semua anggota tubuh juga akan menjadi buruk Ingatlah, segumpal darah yang terdapat di dalam tubuh itu adalah hati." Abu Hurairah r.a. berkata, "Hati ibarat raja, dan seluruh anggota tubuh lainnya ibarat pelayan. Jika sang raja baik, maka seluruh pelayannya akan menjadi baik pula. Tetapi jjika rajanya buruk, maka seluruh pelayannya juga menjadi buruk. Karena hati adalah anggota tubuh yang paling panas, maka Allah swt. telah menjadikan paru-paru sebagai ventilasi yang menjadi tempat sirkulasi udara, sehingga udara masuk sampai ke hati dan menyejukkan hati..." Subhanallah.  



Yayathieya
Pikirkanlah bentuk dan susunan buah delima.


 Pada delima terdapat berbagai hikmah dan keajaiban. Bagian dalam buah delima bagaikan penopang anggur yang berbaris dan tersusun rapi. Biji-bijinya rapat dan tersusun rapi yang tidak mungkin dilakukan dengan tangan. Kita lihat bahwa biji-biji itu terbagi-bagi dan terkelompok. Setiap kelompok dibatasi oleh pembatas seperti tenunan yang sangat mengagumkan. Ketelitian dan kelembutannya tidak mungkin tercipta kecuali atas kehendak Yang Maha Kuasa. 


Kemudian lihatlah tempat yang keras dan kuat yang meliputi biji-bijji yang ada di dalamnya. Renungkanlah hikmah besar yang terdapat pada inti buah yang ada di dalamnya. Setiap biji tidak berdesakan dengan biji yang lain. Jika setiap biji berdesakan dengan biji yang lain, maka sebuah biji itu akan bercampur menjadi satu. Oleh karena itu, inti buah dijadikan di antara biji-biji itu sebagai makanan. Kemudian Allah menyusun biji-biji itu dengan susunan yang sangat rapi. Ditutupnya biji-biji itu dengan kulit yang kuat sebagai pelindung bagi yang ada di dalamnya. Semua itu terjadi karena kehendak dan kekuasaan Allah. Ini hanya sebagian kecil dari hikmah yang terdapat pada buah itu. Jika diteruskan, maka pembahasan akan menjadi panjang dan menghabiskan hari. Allah swt. berfirman, "Berapa banyak tanda kekuasaan Allah di langit dan di bumi yang melewatinya, sedang mereka berpaling darinya."(Q.s. Yusuf: 105).