Yayathieya
Bunga rumput dengan kesederhanaan dan segala kekurangannya, dia teteap makhluk hidup ciptaan Tuhan. Batangnya yang begitu rapuh tapi sangat kokoh hingga ia bisa teteap berdiri tegak meski angin menghembusnya kencang dan membuatnya terhuyung-huyung menyentuh bumi.

Akarnya yang selembut bulu itu dapat mencengkeram dengan kuat ke dalam tanah dan tidak menggali makin dalam dibumi. Meski aliran arus sungai yang deras itu mampu meneggelamkannya, namun tak cukup kuat untuk mencabutnya.

Kau tak bisa menemukan bunga rumput di vas keramik cina yang mahal, dikebun perumahan elit bahkan dilapangan rumput di hotel berbintang. Bukan ditempat itu bunga rumput berada. Cobalah kau lihat ditepi jalanan desa, dihutan, disemak belukar, pasti kau akan dengan mudah menemukan bunga rumput disana.

Well, siapa sih yang suka melihat bunga rumput? Seperti orang yang tidak punya kesibukan saja. Beberapa orang mungkin melakukannya tapi tidak untuk melihat, benar-benar melihat si bunga rumput.

Seorang fotografer baik yang amatir maupun yang sudah profesional sekalipun yang kebetulan menemukan bunga rumput, mengambil beberapa jepretan dari berbagai sisi. Bukan indahnya bunga rumput yang dipuji tapi hasil foto dengan teknik-tekniknya yang luar biasa yang justru memukau banyak orang.

Lihatlah sepasang pemuda pemudi yang sedang asyik pacaran itu, mereka duduk direrumputan menikmati angin sejuk dan keindahan pemandangan didepan mereka. Meski mereka tak benar-benar menikmati pemandangan indah itu, karena yang membuat semuanya indah adalah kebersamaannya dengan sang kekasih tercinta. Tanpa sang kekasih tercintanya seolah matanya menjadi buta akan ciptaan Tuhan yang maha sempurna.

Sejoli itu duduk berdekatan dan berbagi cerita rindu, canda dan tawa tapi tunggu...! Apa yang dilakukan si pemuda? Sambil lalu tanpa perasaan sama sekali ia mencabut bunga rumput itu dengan kasar dalam sekali sentakan saja. Kejamnya dia......

Tak ada belas kasih sama sekali, tanpa sedikitpun matanya memandang bunga rumput yang ia cabut karena matanya terlalu terpesona dengan kecantikan wajah sang kekasih hati disampingnya.

Masih sambil tertawa bahagia, jari-jari pemuda itu mulai mencabuti mahkota bunga rumput. Sesekali ia memilin-milin batangnya kemudian terus melanjutkan menggunduli mahkota sang bunga rumput, hingga benar-benar bersih. Tak lupa juga ia menyingkirkan helai-helai daun rumput yang masih membalut batang bunga rumput.

Bunga rumput menangis dalam kebisuannya, dia ingin berontak, dia ingin berteriak, dia ingin menghentikan jari-jari pemuda itu tapi apa daya? Dia hanya sebatang bunga rumput yang hanya ditakdirkan untuk tumbuh lalu mati.

Sekarang batang bunga rumput telah bersih, hanya tersisa batang mungil yang begitu rapuh tapi masih tak tertekuk. Oh Tuhan..... sepertinya pemuda itu masih belum puas menyiksa dan memberi kepedihan pada si bunga rumput.

Setelah jari-jari pemuda itu puas menyakiti bunga rumput, pemuda itu kemudian memasukan batang bunga rumput itu kemulutnya. Dia kembali mempermainkan batang bunga rumput itu dengan lidah dan bibirnya, bahkan sesekali ia menggigitnya dengan giginya yang begitu kuat. Meski gigitannya lembut namun meninggalkan bekas luka pada batang bunga rumput yang rapuh.
Mengapa Tuhan? Bunga rumput merintih. Kau benar-benar pemuda yang kejam! Mengapa jari-jarimu menyakitiku? Apakah karena kau tidak bisa memeluk dan membelai kekasih yang begitu kau cintai sepenuh hati meski dia duduk merapat disampingmu?

Mengapa bibir dan lidahmu terus menyiksaku? Apakah karena kau tak bisa mencium pujaan hatimu itu? Mengapa kau melampiaskan semua hasrat tak sampaimu padaku? Kenyataannya yang ada dalam hati dan pikiranmu hanya kekasih hatimu yang tak bisa kau raih!

Bunga rumput terus menagis dan berdoa agar pemuda itu mau menghentikan penyiksaan atas dirinya. Seakan Tuhan mendengar doa bunga rumput. Secara perlahan awan indah itu berubah menghitam, angin sepoi-sepoi bertiup agak kencang dan menjadi dingin. Tak terdengar petir menggelegar, namun disudut langit terlihat kilatan cahaya yang seolah hendak membuka pintu langit.

Dua sejoli itu bermaksud meninggalkan tempat itu. Mereka berdiri dan membersihkan baju mereka dari rumput-rumput kering yang menempel, tak lupa pemuda itu meludahkan batang bunga rumput dari mulutnya begitu saja.

Batang bunga rumput itu terjatuh dijalanan berpaving yang keras. Bunga rumput itu telah sekarat, tinggal menunggu ajal! Saat pemuda itu melangkah, kakinya menginjak batang bunga rumput, tidak hanya sekali karena batang bunga rumput juga merasakan injakan kaki kekasihnya dengan lebih keras.

Tentu saja mereka menginjaknyua tanpa sengaja, tapi andaipun mereka tahu toh mereka juga tetap saja akan menginjaknya. Untuk apa menghindari menginjak sebatang bunga rumput yang tak ada harganya. Sama sekali tidak berharga, bahkan kalaupun bunga rumpun memiliki harga, harganya tidak lebih tinggi dari alas kaki yang mereka pakai.

Sejoli itu telah pergi tanpa jejak dan bekas bahkan bayangannyapun sudah tak tampak. Satu tetes, dua tetes diikuti ribuan tetes air yang turun dari langit membasahi bumi seakan menjadi air mata si bunga rumput yang malang. Hujan turun semakin deras meciptakan aliran-aliran kecil disela-sela batu paving. Arusnya semakin deras hingga berhasil membawa batang bunga rumput itu mengalir bersamanya. Membawanya entah kemana.

Satu batang bunga rumput telah binasa dengan tragisnya namun esok hari akan tumbuh seribu batang bunga rumput lagi. Beberapa diantaranya mungkin akan bernasib sama tapi yang lain pasti akan lebih beruntung. Hanya Tuhan yang tahu. Pedulikah kau dengan bunga rumput? Apa? Aku tidak bisa mendengar jawabanmu..... Kau bertanya mengapa kau harus peduli?

Tidak ada yang mengharuskanmu untuk peduli padanya, hanya satu hal yang perlu kau ketahui adalah.... Akulah sebatang bunga rumput itu.
Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar