Yayathieya

REPOST... :)

hari itu Angin bertiup kencang. sangat-sangat kencang. Pinus yang kokoh mungkin bisa bertahan, tapi tidak si Dandelion kecil.





namun dia tidak menyerah, dia tetap bertahan untuk tidak membiarkan bagian-bagian dirinya terbang terbawa angin.



sang Pinus menertawainya. “Sudahlah, Dandelion kecil. kau tidak mungkin bisa bertahan. sebaiknya kau menyerah, dan pergi bersama angin.”



Dandelion kecil menggeleng. “Aku bisa, pasti bisa,” jawabnya.



Pinus menggeleng sombong. “kau tidak mungkin bisa. kau itu cuma Dandelion kecil, kau bahkan nyaris tidak bisa berdiri tegak. bagaimana mungkin kau bertahan melewati badai?”



Dandelion kecil tetap menggeleng, sambil berseru lantang. “Aku pasti bisa!” jawabnya.



Angin sebenarnya tidak ingin menyakiti si Dandelion kecil, tapi Dia tetap harus bertiup.

karenanya sambil berlalu, Angin berbisik lembut pada Dandelion kecil.



“terkadang tidak ada salahnya membiarkan dirimu menyerah pada hembusanKu, Dandelion.”



Dandelion kecil masih menggeleng keras kepala. “Kau akan membawaku ke suatu tempat yang aku bahkan tidak mengetahuinya! aku pasti mati kalau ikut denganMu!”



Angin sedih, dan menjawab perkataan Dandelion dengan lembut.

“Sejak dahulu kita bersahabat. pernahkah Aku menyakitimu, Dandelion? Aku membantu ibumu melahirkanmu. Akulah yang berhembus dan membawamu yang waktu itu masih kecil ke tempat nyaman ini. Akulah yang selalu memberikanmu tiupan angin sepoi-sepoi untuk menyegarkanmu di sore hari. Akulah yang menghembuskan nyanyian yang kau senandungkan, hingga semua pohon dan tumbuh-tumbuhan besar di hutan ini menyadari kehadiranmu. sekalipun Aku tidak pernah menyakitimu, Dandelion kecil. belum cukupkah itu untuk membuatmu percaya padaKu?”



Dandelion kecil terdiam. Angin benar. sejak dulu dia selalu mempercayai Angin, dan Angin sama sekali tidak pernah menyakitinya. lantas mengapa setelah dia tumbuh dewasa, semuanya menjadi berubah?



Dandelion kecil akhirnya mengangguk. “Baiklah, Angin, aku percaya padaMu. aku percaya, Kau tidak mungkin menyakitiku.”



Angin tersenyum gembira mendengar kata-kata Dandelion, dan sekali lagi Dia berhembus membawa Dandelion dan serbuk-serbuk kecilnya pergi dari tempat itu.



“Kau begitu bodoh karena mau mempercayai Angin, Dandelion! kau pasti akan mati!” teriak Pinus sambil tertawa sombong.



serbuk-serbuk milik Dandelion terbang bersama Angin, dan dia menabrak sebuah Batu yang sangat keras.

Dandelion mengaduh kesakitan, dan berteriak marah pada Angin.



“Kau bilang Kau tidak akan membiarkanku kesakitan! kenapa aku harus menabrak batu besar ini?”

Angin tidak menjawab. Dandelion menunggu, tapi dia tetap tidak bisa merasakan kehadiran Angin di sekitarnya.



“Angin, Kau menipuku! Kau meninggalkanku ketika aku menabrak batu besar ini!”



Lumut yang tadinya sedang tertidur, menggeliat bangun karena mendengar teriakan Dandelion, lalu dia menggeleng-geleng sambil tersenyum.

“Dandelion, mengapa kau begitu marah pada Angin? tidak tahukah kau, bahwa Dia mencoba menolongmu? kalau kau tidak menyangkut di batu besar ini, kau pasti akan terjatuh ke jurang dalam di balik batu ini dan mati.”



Dandelion terbelalak kaget.



“Angin itu baik. dulu, aku juga sepertimu. aku marah ketika Dia membawaku melewati perjalanan jauh hanya untuk meletakkanku di batu ini. tapi aku sadar, dia meletakkanku di sini karena tempat ini akan membuatku tumbuh dengan lebih baik. setelah aku tumbuh dengan indah, barulah aku menyadari bahwa sesungguhnya Angin memang tidak pernah ingin menyakitiku.”



Dandelion menyesali kemarahannya, dan meminta Angin untuk kembali.



Angin datang lagi, dan tanpa mengingat-ingat kemarahan Dandelion, Dia kembali bertiup membawa Dandelion pergi dari situ.



tapi Dandelion tersangkut lagi, kali ini di antara semak berduri. dia mengaduh kesakitan, dan kembali marah pada Angin.

semak berduri bangun karena teriakannya.



“Dandelion, mengapa kau begitu marah pada Angin? tidak tahukah kau, bahwa Dia mencoba menolongmu? kalau kau tidak menyangkut di antara duri-duriku, kau pasti akan terbang sampai ke kota dan terpijak sampai mati.”



Dandelion terdiam.



“Angin itu baik. dulu, aku juga sepertimu. aku marah ketika Dia membawaku melewati perjalanan jauh hanya untuk meletakkanku di tempat gelap. tapi aku sadar, dia meletakkanku di sini karena jika aku tumbuh di keramaian, aku akan terinjak dan mati. setelah aku tumbuh dengan indah, barulah aku menyadari bahwa sesungguhnya Angin memang tidak pernah ingin menyakitiku.”



Dandelion kembali menyesali kemarahannya dan meminta Angin untuk kembali.



Angin datang lagi, dan tanpa mengingat-ingat kemarahan Dandelion, Dia kembali bertiup membawa Dandelion pergi dari situ.



Angin meletakkan Dandelion di padang rumput, di bawah matahari yang bersinar terik. lalu Angin menghilang.



Dandelion yang kepanasan kembali menggerutu.

“Kau bilang tidak akan menyakitiku, tapi Kau membuatku hampir mati kehausan di tempat ini!”



rumput menggeliat bangun karena teriakan Dandelion.



“Dandelion, mengapa kau begitu marah pada Angin? tidak tahukah kau, bahwa Dia mencoba menolongmu? tempat ini adalah tempat dengan suhu yang sesuai untuk membantumu tumbuh menjadi Dandelion dewasa yang indah.”



“Angin itu baik. dulu, aku juga sepertimu. aku marah ketika Dia membawaku melewati perjalanan jauh hanya untuk meletakkanku di tempat ini. tapi aku sadar, dia meletakkanku di sini agar aku bisa mendapatkan semua yang aku butuhkan. aku punya tempat untuk bertumbuh. aku mendapat cahaya matahari yang cukup. ada serangga yang selalu menolongku untuk berkembang. dan ketika aku haus, hujan akan datang untuk menyegarkanku.”



Dandelion kembali terdiam. dipanggilnya Angin, tapi Angin tidak menyahut.



“Rumput, apakah Angin marah padaku?”



Rumput menggeleng. “Dia hanya memberikanmu waktu untuk menjadi mandiri dan dewasa,” jawab Rumput bijak.



waktu berlalu, dan Dandelion menyadari apa yang dikatakan rumpur benar. dia mendapat semua yang dia butuhkan. Dandelionpun tumbuh menjadi dewasa dan indah.



suatu sore, Angin kembali bertiup dan berhenti sejenak untuk menyapanya.



“Angin, sekarang, aku mengerti mengapa kau membawaku kemari. tapi, bolehkah aku kembali ke tempatku dahulu? aku merindukan tempat itu,” ujarnya.



Angin mengangguk bijak. “kau sudah sedewasa dan semandiri ini. tidak ada alasan bagiKu untuk melarangmu kembali ke sana.”



Angin berhembus membawa Dandelion kembali ke hutan. sesampainya di sana, Dandelion memandang sosok lamanya yang mati layu di hutan itu.



betapa terkejutnya Dandelion ketika menemukan Pinus yang dahulu begitu kokoh, kini terbaring lemah seolah tinggal menunggu waktu. anak-anak sang Pinus menangisinya di sampingnya.



“Pinus, apa yang terjadi padamu?” tanya Dandelion panik.



“malam hari setelah kau meninggalkan tempat ini, banjir besar datang melewati hutan ini. aku kira aku cukup kuat, tapi aku ternyata lemah dan tidak mampu bertahan. aku menyesal Dandelion, seandainya sejak dulu aku mengikuti Angin, aku pasti tidak akan mati. kini aku hanya berharap anak-anakku tidak akan sesombong aku, dan mau mengikuti Angin…” ujarnya sebelum meninggal.



Dandelion terenyak mendengar kata-kata Pinus. Benarlah apa yang dikatakan Lumut, Semak, dan Rumput. Angin memang hanya ingin memberikan yang terbaik untuknya.
1 Response
  1. Haqqani Says:

    there always be hope and love that spread with us, like a dandelion..


Posting Komentar